Rabu, 11 Oktober 2017

Saat Buku Bertemu Pembacanya



Perahu fiber bermesin 15PK berjalan pelan mengantar kami ke Kampung Yepem. Laut teduh, langit mendung dan hamparan hutan mangrove menjadi teman sepanjang perjalanan. Pak Paskalis, teman yang pagi itu menjemput kami, sengaja melambatkan laju perahunya yang bergerak di tepian pesisir. “Kita jalan di pinggir mangi-mangi (mangrove dalam Bahasa lokal di Papua) saja ya, pak. Saya mau mengambil video untuk dokumentasi perjalanan kita dari Agats ke Kampung Yepem,” instruksi Regis, salah satu fasilitator Buku untuk KampungYepem.

Kami berkunjung ke Kampung Yepem pada penghujung September tersebut untuk membawa donasi berupa buku, majalah, dan bahan bacaan lainnya yang dikirim dari berbagai tempat. Sudah sejak April 2017, kami, tim Blue Forests yang bertugas di Asmat, Papua, bersama masyarakat Kampung Yepem, sedang menginisiasi pembangunan sebuah rumah baca di kampung tersebut. Dan setelah melalui proses pengiriman donasi yang cukup rumit akhirnya buku-buku tersebut bisa sampai juga di Kampung Yepem untuk menemui para pembacanya.

Setelah prosesi penyerahan kepada Kepala Kampung Yepem, segera saja anak-anak mengerubuni boks-boks yang kami bawa. Mereka memilih bahan bacaan masing-masing kemudian tenggelam pada halaman demi halamannya. Tidak semua anak-anak Asmat di Kampung Yepem bisa membaca. Tapi hari itu semua tampak bersemangat memilih buku atau majalah. Mereka seperti bocah yang mendapatkan mainan baru.

Anak-anak di Kampung Yepem memiliki tenaga yang sangat melimpah untuk bermain sepanjang hari. Mereka seperti tidak pernah kehabisan daya untuk terus berlari, menyemplung ke kali, berenang, sampai mendayung ci (perahu tradisional Asmat). Bahkan pada saat ikut mencari makan bersama orang tua di laut atau di hutan, kreatifitas mereka untuk bermain tetap berlanjut. Di dalam hutan, anak-anak ini malah memperoleh bahan yang melimpah untuk mencipta peranti permainannya sendiri.

Energi yang melimpah dari anak-anak itulah yang mendorong kami untuk membuat semacam rumah baca atau perpustakaan di Kampung Yepem. Berawal dari obrolan santai saat saya menginap di rumah adat jew, gerakan ini kemudian menjadi sedikit lebih serius. Dari obrolan tersebut lahirlah kemudian gerakan bernama Buku untuk Kampung Yepem. Kiki, rekan kami di Makassar, membuat lalu menyebarkan poster daring untuk menggalang donasi berupa bahan bacaan dan keperluan rumah baca lainnya. Kiki juga yang mengkoordinasi pengiriman donasi yang berasal dari berbagai daerah tersebut. Titik kumpulnya di Makassar kemudian dikirimkan ke Asmat lewat rekan yang kebetulan berkunjung ke Papua. Cukup ribet, tapi tiap kali ada donasi yang masuk rasanya menyenangkan sekali.

Tanggapan atas ajakan berdonasi lewat dunia maya tersebut cukup ramai. Tidak hanya dari Makassar dan sekitarnya, donasi berupa buku, majalah, sampai seragam sekolah berdatangan dari berbagai daerah di Jawa. Adapula yang mentransfer dana dengan amanah dibelanjakan bahan bacaan dan keperluan lainnya. Sumber dana yang masuk bahkan ada yang berasal dari luar negeri. Kalau saya tidak salah ingat, dari teman-teman PPI Utrech di Belanda dan PPI Inggris. Sungguh ajaib rasanya upaya kecil ini direspon begitu luas. Tentu kami berterima kasih sekaligus merasa bertanggung jawa untuk melaporkan kegiatan Buku untuk Kampung Yepem secara regular. Kami pun kemudian membuat akun media sosial untuk melaporkan jumlah donasi dan perkembangan kegiatan. Dengan begitu kami juga bisa terus berinteraksi dengan para donatur.

Respon yang tidak kalah serius juga datang dari masyarakat Kampung Yepem itu sendiri. Lewat Leonardus Jiwem, Kepala Kampung yang sudah menjadi rekan kami sejak pertama kali berkegiatan di kampung tersebut, menjanjikan pembangunan fisik rumah baca dengan menggunakan dana desa. Sedangka  untuk proses pengerjaannya dilakukan secara swadaya oleh penduduk kampung.

“pembangunan rumah baca ini su jadi sa pu cita-cita sejak sebelum jadi Kepala Kampung. Jadi rumah baca ini harus jadi sebelum Desember (tahun 2017). Biar sudah, pakai dana pembangunan sa pu rumah saja dulu. Sa pu rumah bisa bangun nanti saja,” kata Pak Leo, sapaan akrab pria yang juga mahir mengukir ukiran Asmat ini.

Tentu tanggapan dari Kepala Kampung dan masyarakat Kampung Yepem tersebut adalah kabar baik, bukan hanya untuk kami tapi juga untuk Kampung Yepem itu sendiri. Keswadayaan masyarakat dalam turut aktif pada sebuah program adalah bukti sebuah penerimaan. Keterlibatan langsung mereka menjadi pertanda bahwa program pembangunan rumah baca di Kampung Yepem adalah kerja bersama. Saat ini tiang pancang rumah baca sudah berdiri. Setelah Pesta Budaya Asmat akhir Oktober nanti, masyarakat sudah akan menyelesaikan perpusatakaan berbentuk rumah tradisional Asmat tersebut. Kami juga sudah mempersiapkan beberapa nama yang nantinya akan dipajang di plang rumah baca. Kesepakatan kami, nama rumah baca Kampung Yepem nantinya sebaiknya dalam Bahasa Asmat. Semoga segera rampung dan kami bisa membagikan kabar-kabar menyenangkan selanjutnya.

suasana belajar bersama di teras yang berhadapan langsung dengan kali (foto oleh Regista)

Sembari menunggu rumah baca Kampung Yepem tersebut rampung, saat ini kami melakukan proses belajar bersama di rumah rekan kami lainnya, yaitu Mama Fransina dan Mama Katarina. Mama berdua mempersilakan teras belakang rumahnya untuk dipakai sebagai tempat berkumpul kami. Posisi teras yang dipinjamkan sangat menyenangkan karena berhadapan langsung dengan Kali Jomboth dan diteduhi oleh pohon kelapa. Tempat yang sangat nyaman untuk menghabiskan halaman-halaman bacaan.

Pada pengiriman donasi tahap pertama ke Kampung Yepem, kami sekalian menggelar beberapa buku bacaan anak-anak di teras rumah mama tersebut. Kemudian kami memanggil beberapa anak yang terlihat sedang bermain. Awalnya malu-malu, lapakan berubah menjadi riuh beberapa saat kemudian. Anak-anak lain yang sebelumnya tidak kami lihat juga turut datang. Rumah Mama Fransina ramai betul sore itu. Tapi saat buku dan beberapa majalah sudah di tangan, suasana berubah menjadi hening seketika. Semua menjadi asyik sendiri dengan bahan bacaan masing-masing.

Ada anak yang terlihat memegang buku bercerita “Mangrove Si Pohon yang Menakjubkan” dan mengamatinya dengan serius. Entah membaca atau sekedar memperhatikan gambarnya, tapi sepertinya buku tersebut begitu menarik baginya karena cerita dan gambar yang disajikan sangat akrab dengannya. Kampung Yepem yang terletak di pesisir selatan Papua adalah ekosistem hutan mangrove yang sangat sehat. Anak-anak sudah terbiasa berinteraksi dengan tanaman yang biasa mereka sebut dengan pohon-pohon mangi-mangi tersebut.

Di sudut lain ada yang sedang sibuk membuka halaman demi halaman Majalah Bobo. Walaupun hanya majalah bekas, informasi dan cerita yang ia dapatkan sore itu saya kira sangat berkesan. Pada beberapa halaman majalah, anak tersebut sesekali mengajak temannya untuk turut melihat apa yang ia temukan. Seperti tidak rela untuk melihat sendiri sesuatu yang baru pertama kali ia lihat.

Buku cerita bergambar seperti seri menjelajah samudra atau tentang sejarah manusia purba menjadi bacaan paling laris pada hari itu. Tentu saja karena buku-buku jenis tersebut bisa diterima oleh banyak anak, bahkan bagi mereka yang masih terbata-bata atau tidak bisa membaca sama sekali. Tapi bagi anak yang sudah lancar membaca, ada pula yang memilih buku dongeng yang berasal dari berbagai daerah. Cerita-cerita rakyat semacam itu, terutama yang berkaitan dengan asal-usul leluhur, sering mereka dengarkan di dalam rumah. Tradisi Orang Asmat yang masih bertahan di Kampung Yepem adalah proses pengajaran adat yang berlangsung di masing-masing keluarga.

Belajar bersama sore itu berakhir bersamaan dengan terbenamnya matahari. Sebelum pulang ke rumah masing-masing beberapa anak berinisiatif untuk merapikan kembali posisi buku yang telah ditinggal pembacanya. Pemandangan sepanjang sore tersebut tentu membuat kami bahagia. Teman-teman bisa turut merasakan kebahagian yang kami rasakan lewat video berikut:

Video oleh Regista

Sekian dulu cerita perdana dari kegiatan Buku untuk Kampung Yepem ini. Semoga cerita menyenangkan selanjutnya akan datang dalam waktu dekat.

Ndormom.